Friday, November 21, 2025

Perbedaan Menabur dan Mempersembahkan

Shalom, Saudara yang dikasihi Tuhan.
Hari ini kita akan belajar tentang dua hal yang sering kita lakukan dalam ibadah: menabur dan mempersembahkan.
Sekilas keduanya tampak sama—sama memberi kepada Tuhan. Namun, sesungguhnya ada perbedaan makna rohani dan tujuan di baliknya.
Mari kita lihat dari firman Tuhan.

1. Menabur adalah tindakan iman yang mengharapkan panen.

2 Korintus 9:6 — “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.”

Menabur berbicara tentang prinsip Kerajaan Allah yang bekerja seperti hukum alam.
Ketika seorang petani menabur benih, dia melakukannya dengan iman, percaya bahwa benih itu akan tumbuh dan berbuah.

Begitu juga dengan kita.
Ketika kita menabur dalam pelayanan, waktu, tenaga, atau uang, kita sedang menaruh iman bahwa Tuhan akan memberikan panen—berkat, pertumbuhan, atau jiwa-jiwa.

Menabur itu berorientasi pada hasil.
Bukan dalam arti serakah, tetapi percaya bahwa Tuhan setia atas janji-Nya:

> “Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu...” (2 Kor. 9:8)

🔹 Contoh ilustrasi:
Seorang petani yang tidak menabur benih tidak bisa berharap akan panen/menuai. Demikian juga, kita tidak dapat berharap Tuhan melipatgandakan sesuatu yang tidak pernah kita taburkan.

2. Mempersembahkan adalah tindakan kasih dan penyembahan.

Roma 12:1 — “Persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah.”

Berbeda dengan menabur, mempersembahkan bukan tentang panen, melainkan tentang penyerahan diri dan penyembahan.

Ketika kita mempersembahkan sesuatu kepada , kita berkata:

> “Tuhan, ini milik-Mu. Aku memberikannya bukan karena aku ingin menerima sesuatu kembali, tapi karena Engkau layak menerimanya.”

Persembahan adalah ungkapan kasih dan hormat.
Seperti perempuan yang memecahkan buli-buli minyak narwastu untuk mengurapi Yesus (Markus 14:3-9).
Itu bukan investasi — itu ekspresi kasih yang total, meskipun tampak “rugi” di mata manusia.

Persembahan lahir dari hati yang bersyukur dan menyembah.
Sedangkan menabur lahir dari hati yang beriman dan berharap.

3. Menabur membawa hasil, mempersembahkan membawa hadirat

Ketika kita menabur, Tuhan bekerja dalam prinsip tabur tuai — ada hasil, ada buah, ada kelimpahan.
Tapi ketika kita mempersembahkan, Tuhan bekerja dalam hubungan pribadi — ada perjumpaan, hadirat, dan keintiman dengan-Nya.

🔹 Menabur menggerakkan tangan Tuhan.
🔹 Mempersembahkan menggerakkan hati Tuhan.

Keduanya penting!
Jemaat yang hanya menabur tanpa mempersembahkan bisa menjadi materialistis.
Sebaliknya, yang hanya mempersembahkan tanpa menabur bisa kehilangan potensi berkat yang Tuhan sediakan.
Tuhan ingin kita melakukan keduanya dengan hati yang benar.

Penutup & Aplikasi 

Saudara, mari hari ini kita belajar memberi dengan pengertian yang benar:

Saat kita menabur, lakukan dengan iman dan harapan akan panen jiwa, berkat, dan pertumbuhan.

Saat kita mempersembahkan, lakukan dengan hati yang penuh kasih dan penyembahan.


@ Menabur mengundang berkat.
@ Mempersembahkan mengundang hadirat.

Biarlah setiap pemberian kita—baik taburan maupun persembahan—menjadi wangi yang harum di hadapan Tuhan.

Jakarta, 21 November 2025
Pdm. Y Cahyadi
* Di kutip dari beberapa sumber
    

Wednesday, November 12, 2025

Miliki Rasa Haus dan Lapar

Shalom, Saudara yang dikasihi Tuhan.  

Hari ini kita akan belajar tentang pentingnya memiliki rasa haus dan lapar secara rohani. 

Mazmur 107:8–9 berkata:

“Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia, sebab dipuaskan-Nya jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkan-Nya dengan kebaikan.”

Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan berkenan kepada orang yang haus dan lapar akan Dia. Hanya mereka yang haus dan lapar secara rohani yang akan dipuaskan dan dikenyangkan oleh Tuhan.

1. Ciri manusia yang hidup adalah memiliki rasa haus dan lapar

Setiap manusia yang sehat pasti punya rasa lapar dan haus. Ketika tubuh kita tidak lagi merasa lapar atau haus, itu pertanda ada masalah dalam kesehatan.

Demikian juga secara rohani.

Jika manusia rohani kita hidup, maka kita akan memiliki rasa haus dan lapar akan Tuhan. Namun jika kita tidak lagi memiliki kerinduan untuk berdoa, menyembah, membaca Firman, atau melayani Tuhan, itu tanda bahwa manusia rohani kita sedang lemah atau bahkan sakit.

2. Tanda-tanda manusia rohani yang hidup

a. Haus akan kehadiran dan kuasa Roh Kudus

Mazmur 42:1–2 “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.”

Yeremia 29:13 “Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati.”

Orang yang rohaninya hidup selalu rindu hadir di hadapan Tuhan. Ia tidak puas hanya mendengar tentang Tuhan, tapi ingin mengalami Tuhan secara pribadi. Ia ingin merasakan hadirat dan kuasa Roh Kudus setiap hari.

b. Dorongan untuk mengalami pembaruan rohani yang nyata

Kisah Para Rasul 2:1–4; Kisah Para Rasul 1:8

Ketika Roh Kudus dicurahkan di ruang atas, murid-murid Yesus mengalami pembaruan rohani yang luar biasa. Mereka dipenuhi dengan kuasa dan berani menjadi saksi Kristus.

Orang yang haus dan lapar secara rohani tidak ingin stagnan, tapi selalu ingin dibaharui, diurapi, dan dipenuhi lagi oleh Roh Kudus setiap waktu.

c. Kerinduan akan lawatan Roh Kudus

Sejarah mencatat lawatan Roh Kudus di Azusa Street (tahun 1906) di mana banyak orang mengalami pertobatan, mujizat, dan kebangunan rohani besar.

Itu dimulai dari sekelompok orang yang haus dan lapar akan Tuhan. Mereka berdoa dengan sungguh-sungguh, menantikan janji Tuhan, hingga akhirnya Roh Kudus melawat mereka dengan dahsyat.

Demikian juga dengan kita — bila kita rindu akan lawatan Tuhan, maka Ia akan datang melawat umat-Nya.

d. Lapar untuk hidup dalam Firman Tuhan

Orang yang rohaninya hidup akan memiliki lapar untuk Firman Tuhan. Ia tidak puas hanya mendengar sedikit, tapi ingin terus menggali, merenungkan, dan melakukan Firman.

Firman Tuhan menjadi makanan rohani yang menumbuhkan iman dan membuat kita bertumbuh menjadi dewasa rohani.

e. Dorongan untuk memberitakan kebenaran dan melayani Tuhan

Ketika seseorang benar-benar dipenuhi Tuhan, ia akan terdorong untuk melakukan pekerjaan Tuhan.

Ia ingin menjadi saksi Kristus, menyelamatkan jiwa-jiwa, dan menyelesaikan Amanat Agung.

Rasa haus dan lapar rohani tidak membuat kita pasif, tetapi mendorong kita untuk aktif dalam pelayanan dan bersaksi.

3. Ketika rasa haus dan lapar itu mulai hilang

Kalau kita mulai kehilangan semangat untuk berdoa, tidak lagi rindu bersekutu, tidak lagi tersentuh oleh Firman, itu tanda bahwa manusia rohani kita mulai kering.

Kadang kita mencoba memuaskannya dengan hal-hal eksternal — hiburan, kesibukan, atau pencapaian duniawi. Tapi semua itu hanya memuaskan sementara.

Yang sejati hanya datang dari Tuhan. Kita perlu membangun kembali rasa haus dan lapar itu dari dalam, melalui hubungan pribadi dengan-Nya.

4. Cara memulihkan rasa haus dan lapar rohani

a. Sadar dan bertobat

Wahyu 2:5 “Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan.”

Kembalilah ke kasih yang mula-mula — saat kita pertama kali mengenal Tuhan, begitu rindu berdoa, menyembah, dan melayani tanpa pamrih.

Mulailah lagi dari sana, dan Tuhan akan memulihkan api itu.

b. Mengingat kebaikan Tuhan

Mazmur 103:2 “Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya.”

Ingat kembali segala kebaikan Tuhan — bagaimana Ia menyelamatkan kita, memelihara, dan memberkati kita. Saat kita mengingat kasih dan kebaikan Tuhan, hati kita akan kembali lembut dan rindu untuk dekat dengan-Nya.

Penutup

Saudara, rasa haus dan lapar rohani adalah tanda kehidupan.

Tuhan ingin setiap kita memiliki kerinduan yang dalam untuk mengenal Dia lebih lagi, mengalami kuasa Roh Kudus, hidup dalam Firman, dan menjadi saksi-Nya.

“Sebab dipuaskan-Nya jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkan-Nya dengan kebaikan.” (Mazmur 107:9)

Biarlah hari ini kita berkata:

“Tuhan, pulihkan hatiku. Bangkitkan kembali rasa haus dan lapar akan Engkau. Aku ingin hidup dipenuhi oleh-Mu setiap hari.”

13 November 2025
Pdm. Y. Cahyadi
* Sumber : Khotbah Pdt. David Natanael, Minggu 9 November 2025
    

Tuesday, November 11, 2025

HAUS AKAN KEHADIRAN DAN KUASA ROH KUDUS

(Mazmur 42:2-3)

“Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup.”

Di tengah kesibukan dunia yang semakin padat dan hati manusia yang sering kali letih karena tekanan hidup, ada satu kebutuhan rohani yang tidak boleh diabaikan — yaitu haus akan kehadiran dan kuasa Roh Kudus. Banyak orang Kristen berjalan tanpa kekuatan rohani, karena mereka kehilangan rasa haus dan kerinduan akan hadirat Tuhan.

1. Kerinduan yang Membawa Pembaharuan

Roh Kudus adalah pribadi yang bekerja dalam hati manusia untuk memperbaharui, memulihkan, dan menghidupkan kembali semangat yang padam. Ketika kita haus akan hadirat-Nya, kita sedang membuka hati untuk mengalami pembaharuan rohani.
Yesaya 44:3 berkata:

“Sebab Aku akan mencurahkan air ke atas tanah yang haus, dan aliran-aliran air ke atas tanah yang kering; Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas keturunanmu...”

Tanah yang kering menggambarkan hati yang mulai kehilangan api. Namun ketika Roh Kudus dicurahkan, maka hati itu kembali hidup, penuh sukacita dan gairah rohani. Pembaharuan tidak terjadi melalui rutinitas rohani semata, tetapi melalui perjumpaan pribadi dengan Roh Kudus.

2. Kehadiran Roh Kudus Membawa Kuasa

Yesus sendiri berkata kepada murid-murid-Nya:

“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu; dan kamu akan menjadi saksi-Ku...” (Kisah Para Rasul 1:8)

Kuasa Roh Kudus bukan hanya untuk melakukan mujizat, tetapi juga untuk memberi kemampuan hidup dalam kebenaran, menang atas dosa, dan menjadi saksi Kristus di dunia. Orang yang haus akan Roh Kudus tidak puas hanya dengan pengetahuan, tetapi rindu mengalami kuasa yang nyata dalam hidupnya — kuasa yang mengubah, menyembuhkan, dan memerdekakan.

3. Haus Akan Lawatan Roh Kudus

Setiap kebangunan rohani dalam sejarah gereja dimulai dengan hati yang haus akan lawatan Tuhan. Ketika umat-Nya merendahkan diri, berdoa, dan mencari wajah-Nya dengan sungguh-sungguh, Tuhan selalu menjawab dengan lawatan Roh Kudus yang membawa pertobatan dan pembaharuan besar.
Kita hidup di masa yang disebut “Era Pentakosta Ketiga” — masa di mana Tuhan kembali melawat gereja-Nya secara luar biasa. Namun lawatan itu hanya dialami oleh orang-orang yang haus dan lapar akan Tuhan, bukan oleh yang puas dengan keadaan rohani yang biasa-biasa saja.

4. Menjaga Haus Itu Tetap Menyala

Kerinduan rohani harus terus dijaga. Seperti api di mezbah yang tidak boleh padam (Imamat 6:12-13), demikian juga api Roh Kudus dalam hati kita. Cara memeliharanya adalah dengan:

* Hidup dalam doa dan penyembahan setiap hari.

* Merenungkan Firman Tuhan dan menaatinya.

* Bergaul dengan orang percaya yang membangun iman.

* Melayani Tuhan dengan sukacita dan kesetiaan.

Ketika kita terus haus, Roh Kudus akan terus bekerja memperbaharui, menyegarkan, dan menuntun kita kepada kedewasaan rohani.


- Mari datang kepada Tuhan dengan hati yang haus dan rendah. Katakan seperti Daud:

“Janganlah jauh dari hadapan-Mu aku dibuang, dan Roh-Mu yang kudus janganlah Kau ambil dari padaku.” (Mazmur 51:13)

Tuhan rindu melawat umat-Nya. Ia mencari hati yang merindukan-Nya lebih dari segalanya. Saat kita haus akan hadirat dan kuasa Roh Kudus, maka kita akan mengalami pembaharuan rohani yang sejati dan lawatan ilahi yang mengubahkan hidup.

11 November 2025
Pdm. Y. Cahyadi
* Di kutip dari beberapa sumber
    

Monday, July 28, 2025

Hidup Suka Memuji Tuhan dan Berdoa Bersama dalam Kesatuan

Di tengah dunia yang sibuk dan penuh kesibukan, Tuhan memanggil umat-Nya untuk kembali kepada dasar yang sederhana namun penuh kuasa: memuji Tuhan dan berdoa bersama dalam kesatuan. Hal ini bukan hanya bentuk kegiatan rohani, tetapi gaya hidup orang percaya yang rindu tinggal dalam hadirat Allah dan mengalami kuasa-Nya secara nyata.

1. Pujian Mengundang Hadirat Tuhan

Mazmur 22:4 – "Namun Engkau Kudus, yang bersemayam di atas puji-pujian Israel.”

Pemazmur menulis “Tuhan bersemayam di atas puji-pujian Israel". Pujian bukan sekadar aktivitas pembuka ibadah, melainkan tempat di mana Tuhan hadir dan menyatakan kemuliaan-Nya. Ketika umat Tuhan memuji-Nya bersama-sama, itu menciptakan atmosfer surgawi yang menyentuh hati setiap orang yang hadir.

Pujian juga menyatukan hati. Ketika kita bersama-sama menyanyikan lagu penyembahan, kita sedang menyerahkan fokus kita hanya kepada Tuhan, dan membiarkan Roh Kudus menyatukan hati kita sebagai satu tubuh Kristus.

2. Doa Bersama Menyatukan dan Menguatkan

Kisah Para Rasul 1:14 – "Semuanya itu bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama…”
Kisah Para Rasul 1:14 menunjukkan bagaimana murid-murid Yesus bertekun dalam doa dengan sehati. Dari sinilah lahir kebangunan rohani besar di hari Pentakosta. Kuasa doa tidak hanya terlihat dalam hasilnya, tetapi juga dalam prosesnya: doa bersama mengajar kita untuk saling menopang, menyelaraskan visi, dan belajar mendengarkan Tuhan bersama-sama.

Terlalu banyak orang percaya menjalani kehidupan rohaninya secara terpisah dan individualistis. Padahal, kekuatan rohani justru dibangun dalam komunitas. Saat kita berdoa bersama, iman kita diteguhkan dan pengharapan kita diperbarui.

3. Kesatuan Adalah Tanah Subur bagi Berkat Tuhan

Mazmur 133:1,3 – "Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!... Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.”

Mazmur 133 menggambarkan bahwa di mana ada kesatuan, di sanalah Tuhan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya. Kesatuan bukan berarti tidak ada perbedaan, melainkan memilih untuk berjalan bersama dalam kasih, mengesampingkan ego demi tujuan yang lebih besar: memuliakan Tuhan.

Kesatuan dalam pujian dan doa adalah gambaran indah dari tubuh Kristus yang sehat. Dalam dunia yang terpecah oleh perbedaan, gereja dipanggil menjadi teladan kesatuan yang hidup dan berdampak.


Hidup yang suka memuji Tuhan dan berdoa bersama dalam kesatuan bukan hanya mendatangkan hadirat Tuhan, tetapi juga membawa berkat dan kekuatan rohani yang luar biasa. Mari kita tidak meremehkan kekuatan kebersamaan dalam pujian dan doa. Mulailah dari komunitas kecil, kelompok sel, keluarga, atau gereja lokal—dan lihat bagaimana Tuhan bekerja secara luar biasa ketika umat-Nya bersatu hati mengejar-Nya.
Tuhan Yesus memberkati 


Pdm. Yesaya Cahyadi
*dikutip dari beberapa sumber 

    

Sunday, July 27, 2025

Hidup Mencintai Firman Tuhan

Dalam dunia yang penuh dengan kebisingan dan godaan, hidup mencintai Firman Tuhan adalah panggilan yang mulia dan sangat penting bagi setiap orang percaya. Firman Tuhan bukan sekadar kumpulan kata-kata rohani, tetapi merupakan suara Allah sendiri yang memberikan kehidupan, penghiburan, kekuatan, dan arah bagi umat-Nya.

1. Firman Tuhan Adalah Sumber Kehidupan

Mazmur 119:105 berkata:
“Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”

Ayat ini menunjukkan bahwa Firman Tuhan memberikan terang dalam kegelapan, menjadi penuntun dalam setiap langkah hidup kita. Ketika kita mencintai Firman Tuhan, kita tidak akan berjalan dalam kebingungan atau kesesatan, karena ada pelita yang menerangi jalan kita.

2. Cinta kepada Firman Tuhan Membentuk Hati dan Pikiran

Roma 12:2 berkata:
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah...”

Mencintai Firman Tuhan berarti membiarkan Firman itu memperbarui cara berpikir kita. Firman Tuhan membentuk karakter kita agar sesuai dengan kehendak-Nya, bukan dengan standar dunia. Ia mengajar kita untuk membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang jahat.

3. Tanda Orang Benar Adalah Merenungkan Firman Tuhan

Mazmur 1:2-3 mengatakan:
“...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air...”

Orang yang mencintai Firman Tuhan tidak hanya membaca sekilas, tapi merenungkannya siang dan malam. Hatinya melekat kepada kebenaran, dan hidupnya berbuah seperti pohon yang subur.

4. Mencintai Firman Tuhan Membawa Berkat dan Perlindungan

Yosua 1:8 berkata:
“Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini... supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.”

Ketika kita hidup dalam Firman, kita hidup dalam prinsip-prinsip Kerajaan Allah. Hasilnya adalah kehidupan yang berhasil dan beruntung, bukan dalam ukuran duniawi semata, tetapi dalam kehendak dan penyertaan Tuhan.

5. Yesus Adalah Firman yang Hidup

Yohanes 1:1,14 menyatakan:
“Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah... Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita.”

Mencintai Firman Tuhan berarti mencintai Yesus sendiri, Sang Firman yang menjadi manusia. Kita tidak hanya membaca kitab, tetapi menjalin hubungan dengan Pribadi Yesus yang menyatakan kasih dan kebenaran-Nya melalui Firman.

Kesimpulan

Hidup mencintai Firman Tuhan bukan sekadar aktivitas keagamaan, tetapi gaya hidup yang mengakar dalam hubungan dengan Allah. Firman-Nya adalah dasar iman kita, kekuatan dalam pencobaan, dan sumber hikmat dalam keputusan.

Mari kita pelihara kasih kita kepada Firman Tuhan dengan membacanya setiap hari, merenungkannya dengan hati yang terbuka, dan menghidupinya dalam tindakan nyata. Karena Firman Tuhan itu hidup dan berkuasa—mengubah, membentuk, dan memulihkan hidup kita.

Matius 24:35 (TB)  Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.

Pdm. Yesaya Cahyadi
*dikutip dari beberapa sumber
    

Tuesday, July 22, 2025

BERTOBAT DAN HASILKAN BUAH PERTOBATAN

 

Pertobatan adalah proses spiritual yang melibatkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan atau dosa yang telah dilakukan, disertai dengan niat dan usaha untuk berubah menjadi lebih baik dan tidak mengulanginya lagi. Pertobatan juga bisa berarti berbalik dari jalan yang salah dan kembali kepada Tuhan atau nilai-nilai yang lebih baik. 

“Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.” – Matius 3:8 (TB)

Pertobatan Bukan Sekadar Kata-kata

Dalam kehidupan rohani, kata “bertobat” sering kita dengar. Namun, apakah kita sungguh-sungguh mengerti arti sejati dari pertobatan itu? Banyak orang mengira bahwa pertobatan hanya sebatas pengakuan dosa di hadapan Tuhan. Padahal, pertobatan sejati jauh lebih dalam — ia adalah perubahan total dalam hati, pikiran, dan tindakan.

Yohanes Pembaptis menyampaikan pesan yang keras namun penting: "Hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Pesan ini ditujukan kepada orang-orang Farisi dan Saduki, kelompok yang secara lahiriah tampak rohani, namun hatinya jauh dari Tuhan.

Apa Itu Buah Pertobatan?

Buah pertobatan adalah bukti nyata dari perubahan hidup seseorang setelah ia bertobat. Ini bukan hanya perubahan luar, tetapi transformasi dari dalam yang berdampak pada seluruh aspek kehidupan. Berikut adalah beberapa tanda buah pertobatan:

1. Perubahan Cara Hidup

Orang yang dulunya suka berdusta, kini memilih berkata benar. Yang dulu suka membenci, sekarang belajar mengasihi. Pertobatan sejati mengubah arah hidup dari dosa kepada kebenaran.

2. Ketaatan kepada Firman Tuhan

Pertobatan sejati ditandai dengan hati yang mau taat. Tidak lagi hidup menurut kehendak sendiri, tetapi mencari kehendak Tuhan setiap hari.

“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” – Yohanes 14:15

3. Hidup yang Memberi Dampak

Pertobatan sejati tidak egois. Orang yang sudah bertobat akan membawa terang bagi sekelilingnya. Mereka menjadi berkat bagi keluarga, gereja, dan masyarakat.

Contoh Nyata: Zakeus

Zakeus, pemungut cukai yang terkenal karena kelicikannya, mengalami pertobatan ketika bertemu Yesus. Dia tidak hanya mengaku bersalah, tapi mengembalikan harta yang diambilnya dan bahkan memberi lebih.

“Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” – Lukas 19:8

Inilah buah pertobatan: 

perubahan karakter, hati yang murah hati, dan tindakan nyata.

Waspadai Pertobatan yang Hampa

Yesus pernah menceritakan perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah (Lukas 13:6-9). Pohon itu hidup, namun tidak menghasilkan buah. Ini adalah gambaran orang yang tampak rohani, tetapi tidak mengalami perubahan sejati. Tuhan mencari buah dalam hidup kita, bukan sekadar penampilan rohani atau kata-kata manis.

Kesimpulan: Bertobatlah dengan Sungguh-sungguh

Pertobatan sejati adalah awal dari hidup yang baru. Namun, jangan berhenti hanya sampai mengaku salah. Mulailah menghasilkan buah — dalam pikiran, perkataan, dan tindakan kita setiap hari. Tuhan rindu melihat pertumbuhan dan perubahan nyata dalam hidup anak-anak-Nya.

Hari ini, mari kita evaluasi:

Apakah ada buah pertobatan dalam hidupku?

Apakah orang lain bisa melihat perubahan nyata sejak aku mengikut Kristus?


Pdm. Yesaya Cahyadi.

*Di kutip dari beberapa sumber